Dalam sejarah hidup, saya sudah kena
tilang sebanyak 4 kali. Kalau menurut orang itu adalah sebuah prestasi yang
kebangetan alias terlalu banyak. Memang saya akui, sebab musabab saya kena
tilang adalah menerobos lampu merah (tercatatat 2 kali) ketangkep pas oprasian
(tercatat 2 kali juga). Kapok? Saya jawab “nggak”. Bukan berarti saya bebal,
tapi ada kemungkinan sulit untuk lolos dari pemeriksaan karena saya belum punya
SIM. Sekalipun sudah sering mengendarai motor hingga Jawa Timur sana, semuanya
saya lakukan tanpa SIM. Nekad, iya. Ngeyel apa lagi.
Bukan karena
saya takabur atau kebanyakan uang sehingga suka menghamburkan uang untuk si
raja jalan. Tapi keadaan yang jauh dari kampung halaman membuat saya belum
diberi kesempatan membuat SIM. Mau nembak tidak tahu siapa yang bisa dihubungi.
Mungkin memang belum diberi kesempatan saja sama Allah swt.
Kena Tilang
I
Waktu itu
saya masih polos, masih baru berani naik motor di kota Yogya yang lalu
lintasnya semrawut. Di minggu sore yang merangkak petang, saya dan Yuli pulang
dari Bungo Jeumpa, mencoba aneka masakan khas Aceh. Sesampai di pertigaan McD,
saya hendak berhenti karena lampu merah. Eh Yuli malah nyuruh terus. Parahnya
saya manut lalu terus jalan lurus menerobos lampu merah. Akhirnya disemprit deh
sama pak polisi. Akhirnya kami harus mampir dulu di pos polisi. Lumayan 30.000
melayang. Selamat deh !
Kena Tilang
II
Masih di
kasus yang sama yaitu “menerobos lampu merah”. Lokasinya di pertigaan Colombo.
Masih dalam keadaan yang lumayan polos karena kurang pengalaman berlalu lintas
di kota Yogyakarta. Waktu itu saya pulang dari lokasi tempat PKM. Entah karena
saya sudah lelah atau memang karena tulisan “Belok kiri ikuti lampu APILL” saya
lempang aja belok kiri ke arah UNY. Walhasil
saya langsung dicegat di depan bank Mandiri Colombo lalu digiring ke pos
polisi. Setelah di nasihati pak polisi menjelaskan jika saya terjerat pasal
ganda, gak punya sim dan menerobos lampu merah. Maka saya harus membayar
sekitar 150.000 wow, duit siapa????
Putar otak, TING! Saya ingat , kan saya ada kakak kelas pas SMA yang sekolah di
AAU. Saya senyum dikit sama si bapak polisi lalu minta izin telpon. Untungnya
waktu itu hari sabtu, jadi si kakak kelas alias bang Teja pegang telepon.
Oke, pengaduan selesai. Intinya saya diminta olehnya untuk ninggal STNK dan
bilang “besok kakak saya yang mau ngambilkan”. Pak Polisi yang tadinya garang
melunak. Saya pulang dengan setengah kelegaan. Ya, hanya setengah saja. Karena
bisa saja besoknya bang Teja gak bisa keluar asrama, bisa kelimpungan saya.
Esokpun
datang, tepat pukul 13.30 siang saya dijemput. “Pak Polisinya dinas malam kan?
Berarti ngambilnya malam-malam. Sekarang ayo temani jalan-jalan” kata bang
Teja.
“Arrrgh! Aku kan ingin istirahat siang “ ujar saya dalam hati. Tapi okelah demi
STNK yang tertahan saya mau saja.
Singkatnya setelah jalan
mengelilingi kampung Taman Sari sesorean, keliling Yogya tak karuan.
Akhirnya selepas Maghrib, STNK kembali
di tangan saya. GRATIS!!!
Hanya ada satu pesan dari pak polisi “besok-besok gak nerobos lampu merah lagi
ya mbak?”
Oke deh bapak ! jawabku nyengir kuda.
Kena Tilang
III
Kejadiannya sekitar pukul 2an , awalnya ingin jalan-jalan keliling kota. Eh gak tahunya ada oprasi dan
saya tidak bisa menghindar. Belum menguasai lapangan dan baru kali itu mengalami
oprasian membuat saya tidak berkutik. Intinya saya pasrah berkata “gak punya
pak “ saat ditanya SIM. Karena melakukan satu pelanggaran , terpaksa 20.000
melayang. Harga wajar untuk sebuah
tilang resmi. Tapi sambil membayar saya tanya pada si bapak “uangnya untuk
negara kan pak?” Beliau pun menjawab “Insyaallah iya mbak”. Saya hanya berdoa
semoga uang itu benar-benar untuk kas negara.
Keesokan
harinya ketika OL di Facebook, bang Teja juga on line. Langsung saya cerita
kalau habis ketilang. Beliau hanya menjawab “Nikmati saja ya? Aku kan sudah gak
di yogya, jadi gak bisa nolong”
Oke, siapa
takuuut !
Kena Tilang
IV adalah kisah yang panjang . Terlalu panjang jika saya tuliskan di sini. Jadi
untuk mengeceknya silahkan tengok note dengan judul “Kena Tilang IV” ya
teman-teman J
Kena Tilang
IV
Ceritanya ibu dan kakak saya sedang ke Yogya menyertai murid-murid kelas VI
rekreasi. Sebagai putri yang baik sekaligus karena memang ingin ikutan
rekreasi, sayapun berusaha untuk menyusul ke tempat-tempat yang disinggahi oleh
rombongan ibu. Waktu itu hari minggu, tanggal 27 Mei 2012.
Sebenarnya
ada firasat tidak enak di pagi hari, ketika melihat STNK tergeletak di atas
lemari. Ragu antara membawa STNK atau tidak.”Ah gak usah wae, hari minggu juga.
Waktunya liburan, polisi gak mungkin nyegat.”
Dengan ala
nyetir bocah trek-trekan saya selip kanan dan selip kiri. Hendak ke Prambanan
menyusul ibu dan kakak. Elaah, setelah melalui Bogem Sumpit, tiba-tiba banyak
polisi. O..O rupanya ada operasian. Tanpa saya sadari saya sudah berhenti tepat
di depan pak Polisi dengan kacamata hitamnya.
“Ayo mbak surat-suratnya!” kata bapak polisi.
Saya hanya nyengir… Lalu berkata
“Saya lupa gak bawa STNK pak”
“SIMnya mana?”
“Gak punya SIM juga “
“Ayo ikut saya “ kata si bapak sambil maksa saya turun dan merebut kontak
motor.
Motorpun saya tuntun ke kantor sektor. Kondisi jalan yang agak susah plus motor
yang berat membuat saya kesulitan, untung ada seorang polisi yang lumayan muda
membantu.
“Sana kumpul sama yang sesama pelanggar, motornya disita dulu” kata bapak yang
galak.
“Lho, kalau disita saya pulang naik apa pak?” tanya saya polos.
“Naik Bis!” jawab beliau singkat.
Saya hanya manyun , lalu duduk bersama dengan orang-orang yang ketilang. Segera
saya sms ibu memberitahukan kalau saya ketilang. Sementara posisi beliau sudah
memasuki kawasan Prambanan. Saat sedang menunggu antrian, timbul sebuah ide…
Saya segera menelpon seorang kerabat yang di AAU, yang ini bukan bang Teja,
tapi dosennya hehehehe..
Sialnya, beliau sedang ada meeting, please deh
hari minggu meeting coba.
“Fita tunggu saja sampai kakak selesai meeting ya? Nanti kakak urusin” klik!
Telepon terputus.
Selanjutnya
satu sms masuk
‘tunggu ya fita, habis meeting nanti diurusin’
Lagi asyik
nunggu dan menghitung korban. Eeeh ada seorang mas-mas yang ketika dicatat
identitasnya berkata pada petugas.
“Pak kakak
saya mau ngomong bentar”
HP bergulir dari tangan mas-mas ke petugas. Setelah ngobrol sebentar, bergulir
lagi ke seorang lelaki tambun yang sejak tadi dipanggil “komandan” (sudah
gendut, gak ganteng, galak lagi)
Setelah pak komandan ngobrol sebentar, telepon kembali diserahkan ke
mas-masnya. Terus si Mas diajak ke sebuah ruangan (semacam ruang untuk sholat
sebenarnya) eh tidak lama kemudia si mas bebas pergi.
Aaaargh! Ada
yang menye-menye nih! Mau hebat-hebatan dekeng ya? Saya mulai memanas.
Istighfar dong fita!
Melihat
antrian yang panjang, saya putuskan untuk ke Prambanan dulu menemui ibu dan
kakak. Setelah izin, pada polisi yang bertugas. Yes! Diizinkan, titip helm
bentar lalu saya pergi ke Prambanan. Cukup berjalan kaki saja, tapi saya akui
siang itu panas sekali.
Akhirnya
bertemu ibu dan kakak juga. Lumayan lama, sekitaran dua jam kami berkumpul.
Hingga tiba saat mereka untuk bertolak dari Yogya. Saya mau tidak mau harus
kembali ke kantor polisi. Berjalan lagi, menyusuri trotoar Prambanan yang
kadang ada copetnya.
Sampai di
kantor, sudah sepi. Hanya tersisa satu bapak-bapak yang sedang menjemput
putranya yang tertahan. Si bapak menyerahkan dua lembar 50.000an untuk menjemput
putra dan motornya. Sekarang tiba giliran saya.
“Gimana mbak? Ada yang bisa dibantu?” tanya polisi yang bernama Polisi Berompi
itu.
“ Saya tadi ketilang pak.”jawab saya, setelah itu terjadilah diskusi panjang
antara saya dengan polisi.
saat itu ada beberapa polisi. Yang berbaju bebas warna merah satu, yang
berseragam tak berompi satu namanya pak Heru, Polisi Berompi, yang satunya
berkaos coklat membawa tupperware warna ungu. Unyu sekali batinku.
Polisi Berompi : Oh gak bawa SIM dan
STNK ya? Kalau gitu motornya tinggal di sini ya?
Fita : Wah saya pulang naik apa pak, kosan saya jauh
Polisi
Berompi : Emang kos di mana dek?
Fita : Jalan kaliuran km. 5
Polisi Berompi : Wah jauh banget, ngapain
kok bisa sampai di sini?
Fita : nyambangin
ibu yang lagi nganter muridnya rekreasi
Polisi Berompi : jadi begini dek..
pelanggarannya bla.. bla… bla… dst.
Penjelasan
yang panjang lebar kali tinggi itu mengisyaratkan jika saya harus membayar .
Memang waktu itu saya cukup berduit. Selain habis dikasih ibu 20.000 untuk
bayar tilangan kata beliau. Saya juga dapat beberapa puluh ribu dari orderan
bakpia teman-teman ibu. Tapi ogah banget kalau uang itu untuk polisi tengil
yang duduk – duduk di sekitar saya.
Fita : Wah, gak bisa dibawa
motornya pak? Saya pulang naik apa?
Polisi Berompi : Bisa dibawa asal kamu
punya SIM dan STNK. Pulang naik Trans aja mbak
Fita : STNKnya
ketinggalan di kosan pak.. kalau pulang naik trans , dari shelter ke kosan
jauh.
Gimana kalau
saya diantar saja? (saya mulai ngawur)
Polisi
Berompi : wah ndak bisa mbak, mobilnya
lagi gak disini. Kalau mbak bisa menghadirkan STNK,
Bisa nanti tukar
barang bukti mbak
Fita : emangnya saya penjahat
nganternya pakai mobil patroli? Sekalian saja saya diborgol.
Oh… kalau ada
STNK beneran motornya bisa dibawa pulang?
Polisi
Berompi : iya mbak..
Fita : Kalau gitu boleh
nunggu gak pak, saya tak minta tolong teman buat ngantar.
Sembari saya
mencari sosok pahlawan baik hati yang mau menolong membawakan STNK, saya diajak
ngobrol oleh polisi dengan nama Heru yang saat itu tengah duduk di samping saya.
Awalnya bertanya saya kuliah di mana, kemudian tanya daerah asal. Mengetahui
saya berasal dari Situbondo (anggap saja sama dengan Bondowoso). Pak Heru
antusias bercerita tragedi kecelakaan bis. Akhirnya kita ngobrol ngalor ngidul.
Mulai dari tragedi kecelakaan bis. Sampai cerita beliau tentang keluarga dan
paman beliau yang baru saja memasukkan kedua putrinya menjadi PNS dengan
membayat 350.000.000 hasil dari menjual sawah.
Waktu makan
siang tiba. Beberapa polisi secara bergerombol pergi makan siang. Tinggal saya
yang sedang menunggu seorang teman mengantar STNK datang. Ditemani seorang polisi berkaos coklat yang membawa
tupperware ungu. Pada akhirnya saya tahu beliau bernama Surya.
Surya : Gak makan siang mbak?
Fita : Gak Nafsu, saya gak akan makan sebelum
motor saya dibebaskan.
Surya : Gayamu mbak . Wis to jo digawe ruwet.
Jane kui gampang lho tinggal bayar kan beres to.
Fita : Gak punya uang mas , sekarang tanggal tua.
Surya : koyo polisi ae mbak tanggal tua ra nduwe
duit.
Fita : Yen polisi duite okeh mas.
Surya : Jare sopo mbak?
Fita : Lha kae, gelase ae tupperware.
Surya : Ngerti regane po? (sambil memegang
tupperware warna ungunya)
Fita : Ngerti dong.. punya istrinya ya mas?
Istrinya suka warna ungu ya?
Surya : aku jek bujangan yooo
Fita : Mbujuki, paling anake wis 2. Wong pak
Heru saja anaknya dah satu. Njenengan mestine lebih tua kan? (sok tahu, habis
si bapak wajahnya emang boros)
Surya : haduuuuh ra percoyo, nyoh KTAku. (sambil
mengeluarkan KTA)
Aku lho jek enom, kelahiran 85
yo..
Fita : (sambil melihat KTA,) iyo percoyo.. eh
omahe neng Ngemplak to mas?
Surya : Ngerti Ngemplak po?
Fita : Ngerti dong, ngendine Bakungan?
Surya : cowoke wong Bakungan yo?
Fita : bukan, temanku anak sana. Cewek yo.
Surya : ayu gak? Golekno cewek to mbak… aku
jomblo ki
Fita : emoh,
Surya : mung ngenalke wae ra gelem.
Fita : polisi jomblo kui jarang, adanya
ceweknya banyak.
Surya : aku iki jomblo tenanan.. jek tas putus.
Fita : lha ngopo putus?
Surya : biasa beda prinsip (akhirya si polisi
cerita masalah cintanya) Sudah Pacaran lama, tujuh tahun. Pokoknya dia cinta
pertamaku. Teman sekolah pas SD. Terus dia pindah ke Purwakerto ikut bu like.
Eh pas dia kuliah ketemu lagi. Waktu itu aku jek tas masuk polisi. Dia kuliah
di UPN. Terus kita ketemu lagi, wong rumahnya deketan juga. Pacaran gitu, eh
dia lulus dapat kerja di Kalimantan.
Fita : kan iso pindah ke sini to
Surya : Dapak pindah, onone aku sing di kon melu.
Yo aku ra gelem to. Aku kan anak cowok satu-satunya di keluargaku. Yo aku pilih
orang tuaku. Yen mantan pacar kui akeh, tapi yen mantan orang tua kui gak ono.
Fita : wah hebat dirimu pak (memuji biar
dibebasin)
Surya : Mangkane kenalke aku karo koncomu.
Fita : Haduuuh, abot. Liat aja di Fbku pak,
njuk ajak kenalan .
Surya : FBmu opo?
Fita : Mahfita Dwiyanti R…
Surya : haduh jenenge dowo , ki Fbku cari saja
“Surya Tak Tenggelam”
Fita : weirs… jenenge “alay”
Surya : PIN BBmu opo mbak? (sambil menunjukkan
Bbnya)
Fita : gak punya BB.
Surya : iiiih tepok jidat. Mosok ra nduwe BB
Fita : gak butuh
Surya : omong wae ra kuat tuku
Fita : ngece.. sak-sakku no…
Surya : hayo to kenalke koncomu
Fita :wegah
Surya : nomer Hpmu piro? Mengko yen ono konco ayu
kabari aku. Operatore opo?
Fita : nomerku Cuma satu, yen diminta yo aku
gak punya nomer HP lagi. Operatorku telkomsel
Surya : cetiiil .. berarti nganggo HP sing iki
(mengeluarkan satu HP lagi)
Fita : wah nomere okeh berarti… ketok yen
ngirit
Surya : sing iki mung kanggo BB tok kok. Gen
ndang nomermu diketik caaah!
Fita : iyo iyo iyo… mekso tenan
Selanjutnya
kami pun bercerita tentang motivasi beliau jadi polisi. Ternyata awalnya si
Surya tak Tenggelam yang Alay itu ingin jadi tentara karena dendam pada para
polisi yang sering menggebuki waktu nonton bola di Maguwo. Karena daftar tentara
tapi gagal, akhirnya mencoba daftar polisi. Malah lolos.
Sementara
itu sejujurnya saya sudah tidak sabar nunggu kedatangan Andhi untuk mengantar
STNK sebagai tebusan. Tapi yang ditunggu lamanya bukan main.
Surya : mbak kowe ki repot ya? Tadi itu mau bayar
kan wis enak to
Fita : emoh mahal, ngapain juga
ngasih kamu uang mas.. gajimu kan wis okeh to? Dapat remonerasi juga..
Surya : akeh duit soko ngendi? 50.000 kui sitik
yo cah.. kui pelanggarane kan 50.000 njuk sisane uang
Bensin. Kan kita jauh ngeterke
berkas ke polres
Fita : yo wes yen ngunu 55000 yo? Kan bensin
seliter mung 5000. Piye?
Surya : mbak, ngeterke berkase kui mbok kiro
nganggo motor? Nganggo mobil yo mbak
Fita : yo kan iso urunan.. wis pokoke aku
emoh mbayar.
Surya : yo wis, rasakno wae.. ditawari sing
gampang kok senenge sing ribet. Endi koncomu ra teko-teko wis to mbayar wae
mbak
Fita : OTW mas.. oke tunggu wae.. jek ndek
ndalan yo
Selanjutnya
beliau bercerita tentang suka dukanya menjaga pos polisi.. mulai dari piket
yang 24 jam, sampai pada hantu yang sering menampakkan diri menggoda para
polisi. Setelah itu rombongan polisi yang makan siang datang. Termasuk polisi
berompi.
Polisi
Berompi : belum datang mbak temannya?
Fita : Belum pak, masih otw
Polisi Berompi : seharusnya itu mbak bisa dong
mengkomunikasikan waktu ditilang tadi.. bla.. bla.. jadi teorinya itu begini
mbak antara bla.. bla… dengan bla.. bla… harus disampaika dengan baik dan
manis.. ke pak Heru saja kalau mau minta tolong, pasti di tolong ..
dst..dst..dst.. (benar-benar wejangan yang panjang saya tidak mendengarkan.. )
Fita :iya pak.. iya pak..
kapan-kapan saya amalkan sarannya ya?
Polisi Berompi : iya mbak, saya pamit dulu ya? Nanti kalau
ada apa-apa dst…. (memulai perkuliahan lagi)
Fita : siap pak,
terimakasih (sambil pura-pura senyum )
Setelah si
bapak pergi.. tidak lama kemudian yang ditunggu dataaaang.. alhamdulillah Andhi
Susanto datang membawa STNK. Benar-benar ksatria bervario hitam dia.
Kusongsong
Andhi di gawangan kantor polisi. Eh, si andhi malah mengikutiku masuk kantor
polisi. Sementara pak Surya dan teman-temannya sudah bersorak dari tadi
“cie, yang bawain cowoknya.. aseek..asekk.. cowoke teko!” hadeeeeuh sumpah
menyebalakan. Andhi hanya senyam senyum.
Heru : saya terima ya mbak
STNKnya, ini kontak motornya. Jo lali pengadilane tanggal 15. Yen kelalen
mengko denda ya?
Fita : oke siap pak
Surya : jo lali golekno cewek
yo?
Fita : emoh!
Akhirnya aku
pulang dengan kepala cenat-cenut karena belum makan siang. Sementara Andhi
sudah berlalu setelah aku mengucapkan terimakasih. Menyusuri jalan solo yang
ramai. Setelah sampai daerah Kalitirto Kalasan, ada sms masuk. Dari kakak
rupanya.
“Fita, kakak sudah meetingnya.. dijemput ke sana ya? Tunggu ya?”
Aaargh ! Sudah telat bung. Anda datang ke sanapun saya sudah jadi terdakwa
sidang pelanggaran lalu lintas. Kubalas sms beliau seraya berterimakasih dan
memberitahukan kalau aku sudah dalam perjalanan pulang.
Berhati-hatilah
kawan, setiap bepergian ke manapun. Bawalah berkas-berkas yang dibutuhkan. SIM
dan STNK pastinya jangan lupa pakai helm demi keselamatan. Jangan meniru saya
yang suka mengentengkan.
Keesokannya ibu menelpon menanyakan bagaimana liburan di kantor polisi yang
saya lalui hari minggu kemarin. Seraya bilang “kamu kira di bondowoso, ke
mana-mana gak bawa surat-surat dan helm. Dicegat polisi tinggal telepon yudha.
Yogya beda sama di rumah nduk… “
hehehehe… ini ceritaku, mana ceritamu?
ngakak baca cerita polisi alay mu itu fit, haha. aku sering ketilang, tapi alhamdulillah selalu bawa SIM STNK lengkap. paling cuma diingetin suruh nyalain lampu di siang hari :p
ReplyDelete