Monday 4 February 2013

MAGER

Pagi menyapa Jogja, gak dingin-dingin amat, bahkan terasa sejuk malahan. Bangun juga lebih pagi dari biasanya. Mungkin karena semalam gak ada jadwal begadang jadi bisa bangun di atas jam 3, wow prestasi banget ini :). Seperti biasa, bangun langsung liat HP ngecek jam. Masih jam 2an, gak terlalu terburu untuk sholat malam. Santai saja, merem terus melek lagi, merem lagi, melek lagi. Liat HP, buka folder foto, liat foto mas tersayang, ngomel-ngomel dalam hati, terus merem lagi. Begitu seterusnya sampai pukul 03.34, pas liat jam langsung kaget dan keburu-buru ke kamar mandi.
Keliatan banget ya, kalau aku orangnya ogah-ogahan banget. Awalnya niatnya apa, ujung-ujungnya jadinya gimana. Sama seperti hari ini, sudah meniatkan diri mau nyuci habis sholat subuh. Eh, virus mager mulai menjangkiti tubuh. Awalnya siiiih pas habis sholat ngelipat mukena terus diem sebentar ngumpulin nyawa. Tilawah bentar, mau siap-siap nyuci.... eeeh entar dulu. Tiba-tiba tangan ngambil HP, terus buka-buka sms dari mas Sofan. Ngebaca SMS dari mas satu persatu rasanya, pengen banget nyubit tuh orang. Sumpah bikin geregetan. Habis baca SMS, eh malah ketik sms buat dia "Sudah bangun mas" oooh sungguh tindakan yang tidak bijaksana. 
Habis sms, malah masak air. Mana sms dibalas sama mas, so akhirnya malah SMSan. Sekarang malah akunya on-line. Please deeeeh, penyakit mager memang sulit dihindari. Mau nyuci udah siang. kan harus ke kampus juga. Yah, sudahlah... Nyucinya besok saja, dengan konsekuensi jumlah baju yang dicuci pasti nambah. Gak papa, itung-itung olahraga. 

Sunday 3 February 2013

Jodoh

Salah satu misteri yang tidak bisa kita kira-kira dalam hidup kita itu adalah jodoh. Simpel memang cuma terdiri dari lima huruf. Tapi orang bisa puyeng kalau mikirin satu hal ini. Contohnya saja aku, kadang suka sampai nangis berdera-derai air mata cuma mempertanyakan "Tuhan, siapakah jodohku? Kok belum datang-datang ya Allah?". Agak berlebihan memang, tapi urusan jodoh itu memang membuat hampir semua umat manusia merasakan sebuah keadaan yang disebut "GALAU"
Jodoh adalah sebuah misteri besar yang datangnya tidak disangka-sangka, pelakunya juga tidak bisa kita reka-reka seperti semau kita. Pastinya ketika jodoh datang sekeras apapun kita nolak tetep saja dia nempel. Hehehehehe.... Pastinya jodoh yang Allah siapkan untuk kita telah dirancang sedemikian rupa untuk menjadi yang terbaik buat kita. 
Kemarin malam, jujur saya sempat shock mendengar sebuah kabar berita. Seorang teman akan menikah. Bukan karena merasa dilangkahi, tapi kaget saja ketika tahu siapa calon yang akan menikahinya. Jangan salah sangka dulu ya? Lelaki yang akan menikahi teman saya itu bukanlah lelaki idaman saya. Jadi saya sebenarnya rela-rela saja sih mereka menikah.
Lelaki berinova hitam yang akan menikahi teman saya itu, dulunya pernah curhat pada saya. Katakanlah namanya Awan. Si Awan ini pada awal tahun 2012 pernah mengatakan pada saya bahwa dia menyukai teman saya yang lain, katakan saja namanya Bunga (kaya gak ada nama lain aja ya?). Si Bunga ini juga teman saya. Dia adalah gadis sunda nan cantik yang memang banyak jadi rebutan para lelaki penghuni mushola Fisipol-UGM. 
"Aku suka dia fit, meski aku tahu banyak saingan yang lebih baik dariku." begitulah smsnya malam itu kepada saya.
"Kenapa gak dicoba saja melamarnya? Bunga gak akan mau diajak pacaran. Mas sudah mapan, punya usaha, kuliah dah hampir selesai. Kurang apa lagi ?" jawabku.
"Kalau ditolak gimana? Aku merasa belum pantas untuknya" begitulah alasannya.
"Oke, kalau begitu ... Buatlah engkau pantas untuknya mas. Belum terlambat kok untuk berubah" aku memberi motivasi.
Waktu terus berlalu, saya sibuk kerja dan berpetualang ke sana-kemari. Sampai suatu ketika, di akhir bulan januari 2013. Seorang teman mengabarkan kalau si Awan akan menikah dengan seorang teman saya. Bukan si Bungan, tapi teman saya yang lain. Sebut saja namanya Ungu. Oke, berita pernikahan mereka yang akan dilangsungkan bulan februari tahun ini ibarat badai yang "cetar membahana" kalau kata tante Syahrini. Yah, banyak yang tidak percaya kok bisa si Awan menjatuhkan pilihannya pada si Ungu. 
Selama ini si Ungu kerap menjadi bahan pembicaraan teman-teman karena keanehannya. Misalnya, di jejarin sosial dia sok akrab sama cowok-cowok. Tapi kalau sudah di dunia nyata diam, merunduk malu. Belum lagi keanehan yang lain seperti selalu melancarkan "black mailing" yang membuat orang menjadi iba dan kasihan padanya, lalu orang lain justru memusuhi kita karena kita suka ngingetin dia semisal dia bikin masalah sama kita. Pokoknya bagi kami seangkatan di komunikasi 2008, dia punya kelainan jiwa dan butuh untuk dididik secara khusus.
Sekali lagi itulah jodoh, tak ada yang tahu tak ada yang kuasa mengaturnya kecuali sang Maha Kuasa. Mungkin bagi kita setemenan si Awan lebih pantas sama Bunga karena sama-sama baik, apalagi Awan adalah berasal dari keluarga yang tajir. Tapi bagi Allah, si Awan lebih pantas sama si Ungu. Barangkali sikap Ungu yang agak aneh itu bisa jadi normal berkat sentuhan kasih sayang si Awan. 
Intinya, satu hal yang wajib kita catat dalam hidup kita adalah "Jadikanlah dirimu pantas untuk dipilih, karena jodoh tidak akan pernah salah untuk memilih. Jika ingin jodoh yang baik, maka perbaiki dulu diri kita"

Saturday 2 February 2013

Catatan Kena Tilang



 Dalam sejarah hidup, saya sudah kena tilang sebanyak 4 kali. Kalau menurut orang itu adalah sebuah prestasi yang kebangetan alias terlalu banyak. Memang saya akui, sebab musabab saya kena tilang adalah menerobos lampu merah (tercatatat 2 kali) ketangkep pas oprasian (tercatat 2 kali juga). Kapok? Saya jawab “nggak”. Bukan berarti saya bebal, tapi ada kemungkinan sulit untuk lolos dari pemeriksaan karena saya belum punya SIM. Sekalipun sudah sering mengendarai motor hingga Jawa Timur sana, semuanya saya lakukan tanpa SIM. Nekad, iya. Ngeyel apa lagi.

Bukan karena saya takabur atau kebanyakan uang sehingga suka menghamburkan uang untuk si raja jalan. Tapi keadaan yang jauh dari kampung halaman membuat saya belum diberi kesempatan membuat SIM. Mau nembak tidak tahu siapa yang bisa dihubungi. Mungkin memang belum diberi kesempatan saja sama Allah swt.
Kena Tilang I
Waktu itu saya masih polos, masih baru berani naik motor di kota Yogya yang lalu lintasnya semrawut. Di minggu sore yang merangkak petang, saya dan Yuli pulang dari Bungo Jeumpa, mencoba aneka masakan khas Aceh. Sesampai di pertigaan McD, saya hendak berhenti karena lampu merah. Eh Yuli malah nyuruh terus. Parahnya saya manut lalu terus jalan lurus menerobos lampu merah. Akhirnya disemprit deh sama pak polisi. Akhirnya kami harus mampir dulu di pos polisi. Lumayan 30.000 melayang. Selamat deh !
Kena Tilang II
Masih di kasus yang sama yaitu “menerobos lampu merah”. Lokasinya di pertigaan Colombo. Masih dalam keadaan yang lumayan polos karena kurang pengalaman berlalu lintas di kota Yogyakarta. Waktu itu saya pulang dari lokasi tempat PKM. Entah karena saya sudah lelah atau memang karena tulisan “Belok kiri ikuti lampu APILL” saya lempang aja belok kiri ke arah UNY. Walhasil  saya langsung dicegat di depan bank Mandiri Colombo lalu digiring ke pos polisi. Setelah di nasihati pak polisi menjelaskan jika saya terjerat pasal ganda, gak punya sim dan menerobos lampu merah. Maka saya harus membayar sekitar 150.000 wow, duit siapa????
Putar otak, TING! Saya ingat , kan saya ada kakak kelas pas SMA yang sekolah di AAU. Saya senyum dikit sama si bapak polisi lalu minta izin telpon. Untungnya waktu itu hari sabtu, jadi si kakak kelas alias bang Teja pegang telepon. 
Oke, pengaduan selesai. Intinya saya diminta olehnya untuk ninggal STNK dan bilang “besok kakak saya yang mau ngambilkan”. Pak Polisi yang tadinya garang melunak. Saya pulang dengan setengah kelegaan. Ya, hanya setengah saja. Karena bisa saja besoknya bang Teja gak bisa keluar asrama, bisa kelimpungan saya.

Esokpun datang, tepat pukul 13.30 siang saya dijemput. “Pak Polisinya dinas malam kan? Berarti ngambilnya malam-malam. Sekarang ayo temani jalan-jalan” kata bang Teja.
“Arrrgh! Aku kan ingin istirahat siang “ ujar saya dalam hati. Tapi okelah demi STNK yang tertahan saya mau saja.  Singkatnya setelah jalan  mengelilingi kampung Taman Sari sesorean, keliling Yogya tak karuan. Akhirnya selepas Maghrib,  STNK kembali di tangan saya. GRATIS!!! 
Hanya ada satu pesan dari pak polisi “besok-besok gak nerobos lampu merah lagi ya mbak?”
Oke deh bapak ! jawabku nyengir kuda.

Kena Tilang III
Kejadiannya sekitar pukul 2an , awalnya ingin jalan-jalan  keliling kota. Eh gak tahunya ada oprasi dan saya tidak bisa menghindar. Belum menguasai lapangan dan baru kali itu mengalami oprasian membuat saya tidak berkutik. Intinya saya pasrah berkata “gak punya pak “ saat ditanya SIM. Karena melakukan satu pelanggaran , terpaksa 20.000 melayang.  Harga wajar untuk sebuah tilang resmi. Tapi sambil membayar saya tanya pada si bapak “uangnya untuk negara kan pak?” Beliau pun menjawab “Insyaallah iya mbak”. Saya hanya berdoa semoga uang itu benar-benar untuk kas negara. 

Keesokan harinya ketika OL di Facebook, bang Teja juga on line. Langsung saya cerita kalau habis ketilang. Beliau hanya menjawab “Nikmati saja ya? Aku kan sudah gak di yogya, jadi gak bisa nolong”
Oke, siapa takuuut !
Kena Tilang IV adalah kisah yang panjang . Terlalu panjang jika saya tuliskan di sini. Jadi untuk mengeceknya silahkan tengok note dengan judul “Kena Tilang IV” ya teman-teman J

Kena Tilang IV
Ceritanya ibu dan kakak saya sedang ke Yogya menyertai murid-murid kelas VI rekreasi. Sebagai putri yang baik sekaligus karena memang ingin ikutan rekreasi, sayapun berusaha untuk menyusul ke tempat-tempat yang disinggahi oleh rombongan ibu. Waktu itu hari minggu, tanggal 27 Mei 2012.

Sebenarnya ada firasat tidak enak di pagi hari, ketika melihat STNK tergeletak di atas lemari. Ragu antara membawa STNK atau tidak.”Ah gak usah wae, hari minggu juga. Waktunya liburan, polisi gak mungkin nyegat.”
Dengan ala nyetir bocah trek-trekan saya selip kanan dan selip kiri. Hendak ke Prambanan menyusul ibu dan kakak. Elaah, setelah melalui Bogem Sumpit, tiba-tiba banyak polisi. O..O rupanya ada operasian. Tanpa saya sadari saya sudah berhenti tepat di depan pak Polisi dengan kacamata hitamnya. 
“Ayo mbak surat-suratnya!” kata bapak polisi.
Saya hanya nyengir… Lalu berkata
“Saya lupa gak bawa STNK pak”
“SIMnya mana?”
“Gak punya SIM juga “
“Ayo ikut saya “ kata si bapak sambil maksa saya turun dan merebut kontak motor.
Motorpun saya tuntun ke kantor sektor. Kondisi jalan yang agak susah plus motor yang berat membuat saya kesulitan, untung ada seorang polisi yang lumayan muda membantu.
“Sana kumpul sama yang sesama pelanggar, motornya disita dulu” kata bapak yang galak.
“Lho, kalau disita saya pulang naik apa pak?” tanya saya polos.
“Naik Bis!” jawab beliau singkat.
Saya hanya manyun , lalu duduk bersama dengan orang-orang yang ketilang. Segera saya sms ibu memberitahukan kalau saya ketilang. Sementara posisi beliau sudah memasuki kawasan Prambanan. Saat sedang menunggu antrian, timbul sebuah ide… 
Saya segera menelpon seorang kerabat yang di AAU, yang ini bukan bang Teja, tapi dosennya hehehehe..
Sialnya, beliau sedang ada meeting, please deh  hari minggu meeting coba.
“Fita tunggu saja sampai kakak selesai meeting ya? Nanti kakak urusin” klik! Telepon terputus.

Selanjutnya satu sms masuk 
‘tunggu ya fita, habis meeting nanti diurusin’

Lagi asyik nunggu dan menghitung korban. Eeeh ada seorang mas-mas yang ketika dicatat identitasnya  berkata pada petugas.
“Pak kakak saya mau ngomong bentar”
HP bergulir dari tangan mas-mas ke petugas. Setelah ngobrol sebentar, bergulir lagi ke seorang lelaki tambun yang sejak tadi dipanggil “komandan” (sudah gendut, gak ganteng, galak lagi)
Setelah pak komandan ngobrol sebentar, telepon kembali diserahkan ke mas-masnya. Terus si Mas diajak ke sebuah ruangan (semacam ruang untuk sholat sebenarnya) eh tidak lama kemudia si mas bebas pergi.

Aaaargh! Ada yang menye-menye nih! Mau hebat-hebatan dekeng ya? Saya mulai memanas. Istighfar dong fita!
Melihat antrian yang panjang, saya putuskan untuk ke Prambanan dulu menemui ibu dan kakak. Setelah izin, pada polisi yang bertugas. Yes! Diizinkan, titip helm bentar lalu saya pergi ke Prambanan. Cukup berjalan kaki saja, tapi saya akui siang itu panas sekali.
Akhirnya bertemu ibu dan kakak juga. Lumayan lama, sekitaran dua jam kami berkumpul. Hingga tiba saat mereka untuk bertolak dari Yogya. Saya mau tidak mau harus kembali ke kantor polisi. Berjalan lagi, menyusuri trotoar Prambanan yang kadang ada copetnya.
Sampai di kantor, sudah sepi. Hanya tersisa satu bapak-bapak yang sedang menjemput putranya yang tertahan. Si bapak menyerahkan dua lembar 50.000an untuk menjemput putra dan motornya. Sekarang tiba giliran saya. 
“Gimana mbak? Ada yang bisa dibantu?” tanya polisi yang bernama Polisi Berompi itu.
“ Saya tadi ketilang pak.”jawab saya, setelah itu terjadilah diskusi panjang antara saya dengan polisi. 
saat itu ada beberapa polisi. Yang berbaju bebas warna merah satu, yang berseragam tak berompi satu namanya pak Heru, Polisi Berompi, yang satunya berkaos coklat membawa tupperware warna ungu. Unyu sekali batinku.
Polisi Berompi  : Oh gak bawa SIM dan STNK ya? Kalau gitu motornya tinggal di sini ya?
Fita                        : Wah saya pulang naik apa pak, kosan saya jauh

Polisi Berompi  : Emang kos di mana dek?
Fita                        : Jalan kaliuran km. 5
Polisi Berompi  : Wah jauh banget, ngapain kok bisa sampai di sini?
Fita                        : nyambangin ibu yang lagi nganter muridnya rekreasi
Polisi Berompi  : jadi begini dek.. pelanggarannya bla.. bla… bla… dst.

Penjelasan yang panjang lebar kali tinggi itu mengisyaratkan jika saya harus membayar . Memang waktu itu saya cukup berduit. Selain habis dikasih ibu 20.000 untuk bayar tilangan kata beliau. Saya juga dapat beberapa puluh ribu dari orderan bakpia teman-teman ibu. Tapi ogah banget kalau uang itu untuk polisi tengil yang duduk – duduk di sekitar saya.
Fita                        : Wah, gak bisa dibawa motornya pak? Saya pulang naik apa?
Polisi Berompi  : Bisa dibawa asal kamu punya SIM dan STNK. Pulang naik Trans aja mbak
Fita                        : STNKnya ketinggalan di kosan pak.. kalau pulang naik trans , dari shelter ke kosan jauh.

                                Gimana kalau saya diantar saja? (saya mulai ngawur)
Polisi Berompi  : wah ndak bisa mbak, mobilnya lagi gak disini. Kalau mbak bisa menghadirkan STNK,
                                Bisa nanti tukar barang bukti mbak
Fita                        : emangnya saya penjahat nganternya pakai mobil patroli? Sekalian saja saya diborgol.
                                Oh… kalau ada STNK beneran motornya bisa dibawa pulang?
Polisi Berompi  : iya mbak..
Fita                        : Kalau gitu boleh nunggu gak pak, saya tak minta tolong teman buat ngantar.
Sembari saya mencari sosok pahlawan baik hati yang mau menolong membawakan STNK, saya diajak ngobrol oleh polisi dengan nama Heru  yang saat itu tengah duduk di samping saya. Awalnya bertanya saya kuliah di mana, kemudian tanya daerah asal. Mengetahui saya berasal dari Situbondo (anggap saja sama dengan Bondowoso). Pak Heru antusias bercerita tragedi kecelakaan bis. Akhirnya kita ngobrol ngalor ngidul. Mulai dari tragedi kecelakaan bis. Sampai cerita beliau tentang keluarga dan paman beliau yang baru saja memasukkan kedua putrinya menjadi PNS dengan membayat 350.000.000 hasil dari menjual sawah.
Waktu makan siang tiba. Beberapa polisi secara bergerombol pergi makan siang. Tinggal saya yang sedang menunggu seorang teman mengantar STNK datang. Ditemani  seorang polisi berkaos coklat yang membawa tupperware ungu. Pada akhirnya saya tahu beliau bernama Surya.
Surya     : Gak makan siang mbak?
Fita        : Gak Nafsu, saya gak akan makan sebelum motor saya dibebaskan.
Surya     : Gayamu mbak . Wis to jo digawe ruwet. Jane kui gampang lho tinggal bayar kan beres to.
Fita        : Gak punya uang  mas , sekarang tanggal tua.
Surya     : koyo polisi ae mbak tanggal tua ra nduwe duit.
Fita        : Yen polisi duite okeh mas.
Surya     : Jare sopo mbak?
Fita        : Lha kae, gelase ae tupperware.
Surya     : Ngerti regane po? (sambil memegang tupperware warna ungunya)
Fita        : Ngerti dong.. punya istrinya ya mas? Istrinya suka warna ungu ya?
Surya     : aku jek bujangan yooo
Fita        : Mbujuki, paling anake wis 2. Wong pak Heru saja anaknya dah satu. Njenengan mestine lebih tua kan? (sok tahu, habis si bapak wajahnya emang boros)
Surya     : haduuuuh ra percoyo, nyoh KTAku. (sambil mengeluarkan KTA)
                Aku lho jek enom, kelahiran 85 yo..
Fita        : (sambil melihat KTA,) iyo percoyo.. eh omahe neng Ngemplak to mas?
Surya     : Ngerti Ngemplak po?
Fita        : Ngerti dong, ngendine Bakungan?
Surya     : cowoke wong Bakungan yo?
Fita        : bukan, temanku anak sana. Cewek yo.
Surya     : ayu gak? Golekno cewek to mbak… aku jomblo ki
Fita        : emoh,
Surya     : mung ngenalke wae ra gelem.
Fita        : polisi jomblo kui jarang, adanya ceweknya banyak.
Surya     : aku iki jomblo tenanan.. jek tas putus.
Fita        : lha ngopo putus?
Surya     : biasa beda prinsip (akhirya si polisi cerita masalah cintanya) Sudah Pacaran lama, tujuh tahun. Pokoknya dia cinta pertamaku. Teman sekolah pas SD. Terus dia pindah ke Purwakerto ikut bu like. Eh pas dia kuliah ketemu lagi. Waktu itu aku jek tas masuk polisi. Dia kuliah di UPN. Terus kita ketemu lagi, wong rumahnya deketan juga. Pacaran gitu, eh dia lulus dapat kerja di Kalimantan.
Fita        : kan iso pindah ke sini to
Surya     : Dapak pindah, onone aku sing di kon melu. Yo aku ra gelem to. Aku kan anak cowok satu-satunya di keluargaku. Yo aku pilih orang tuaku. Yen mantan pacar kui akeh, tapi yen mantan orang tua kui gak ono.
Fita        : wah hebat dirimu pak (memuji biar dibebasin)
Surya     : Mangkane kenalke aku karo koncomu.
Fita        : Haduuuh, abot. Liat aja di Fbku pak, njuk ajak kenalan .
Surya     : FBmu opo?
Fita        : Mahfita Dwiyanti R…
Surya     : haduh jenenge dowo , ki Fbku cari saja “Surya Tak Tenggelam”
Fita        : weirs… jenenge “alay”
Surya     : PIN BBmu opo mbak? (sambil menunjukkan Bbnya)
Fita        : gak punya BB.
Surya     : iiiih tepok jidat. Mosok ra nduwe BB
Fita        : gak butuh
Surya     : omong wae ra kuat tuku
Fita        : ngece.. sak-sakku no…
Surya     : hayo to kenalke koncomu
Fita        :wegah
Surya     : nomer Hpmu piro? Mengko yen ono konco ayu kabari aku. Operatore opo?
Fita        : nomerku Cuma satu, yen diminta yo aku gak punya nomer HP lagi. Operatorku telkomsel
Surya     : cetiiil .. berarti nganggo HP sing iki (mengeluarkan satu HP lagi)
Fita        : wah nomere okeh berarti… ketok yen ngirit
Surya     : sing iki mung kanggo BB tok kok. Gen ndang nomermu diketik caaah!
Fita        : iyo iyo iyo… mekso tenan
Selanjutnya kami pun bercerita tentang motivasi beliau jadi polisi. Ternyata awalnya si Surya tak Tenggelam yang Alay itu ingin jadi tentara karena dendam pada para polisi yang sering menggebuki waktu nonton bola di Maguwo. Karena daftar tentara tapi gagal, akhirnya mencoba daftar polisi. Malah lolos.
Sementara itu sejujurnya saya sudah tidak sabar nunggu kedatangan Andhi untuk mengantar STNK sebagai tebusan. Tapi yang ditunggu lamanya bukan main.
Surya     : mbak kowe ki repot ya? Tadi itu mau bayar kan wis enak to
Fita        : emoh mahal, ngapain juga ngasih kamu uang mas.. gajimu kan wis okeh to? Dapat remonerasi              juga..

Surya     : akeh duit soko ngendi? 50.000 kui sitik yo cah.. kui pelanggarane kan 50.000 njuk sisane uang
                Bensin. Kan kita jauh ngeterke berkas ke polres
Fita        : yo wes yen ngunu 55000 yo? Kan bensin seliter mung 5000. Piye?
Surya     : mbak, ngeterke berkase kui mbok kiro nganggo motor? Nganggo mobil yo mbak
Fita        : yo kan iso urunan.. wis pokoke aku emoh mbayar.
Surya     : yo wis, rasakno wae.. ditawari sing gampang kok senenge sing ribet. Endi koncomu ra teko-teko wis to mbayar wae mbak
Fita        : OTW mas.. oke tunggu wae.. jek ndek ndalan yo
Selanjutnya beliau bercerita tentang suka dukanya menjaga pos polisi.. mulai dari piket yang 24 jam, sampai pada hantu yang sering menampakkan diri menggoda para polisi. Setelah itu rombongan polisi yang makan siang datang. Termasuk polisi berompi.
Polisi Berompi  : belum datang mbak temannya?
Fita                        : Belum pak, masih otw
Polisi Berompi    : seharusnya itu mbak bisa dong mengkomunikasikan waktu ditilang tadi.. bla.. bla.. jadi teorinya itu begini mbak antara bla.. bla… dengan bla.. bla… harus disampaika dengan baik dan manis.. ke pak Heru saja kalau mau minta tolong, pasti di tolong .. dst..dst..dst.. (benar-benar wejangan yang panjang saya tidak mendengarkan.. )
Fita                          :iya pak.. iya pak.. kapan-kapan saya amalkan sarannya ya?
Polisi Berompi    : iya mbak, saya pamit dulu ya? Nanti kalau ada apa-apa dst…. (memulai perkuliahan lagi)
Fita                          : siap pak, terimakasih (sambil pura-pura senyum )
Setelah si bapak pergi.. tidak lama kemudian yang ditunggu dataaaang.. alhamdulillah Andhi Susanto datang membawa STNK. Benar-benar ksatria bervario hitam dia.
Kusongsong Andhi di gawangan kantor polisi. Eh, si andhi malah mengikutiku masuk kantor polisi. Sementara pak Surya dan teman-temannya sudah bersorak dari tadi
“cie, yang bawain cowoknya.. aseek..asekk.. cowoke teko!” hadeeeeuh sumpah menyebalakan. Andhi hanya senyam senyum.

Heru                          : saya terima ya mbak STNKnya, ini kontak motornya. Jo lali pengadilane tanggal 15. Yen kelalen mengko denda ya?
Fita                            : oke siap pak
Surya                         : jo lali golekno cewek yo?
Fita                            : emoh!
Akhirnya aku pulang dengan kepala cenat-cenut karena belum makan siang. Sementara Andhi sudah berlalu setelah aku mengucapkan terimakasih. Menyusuri jalan solo yang ramai. Setelah sampai daerah Kalitirto Kalasan, ada sms masuk. Dari kakak rupanya. 
“Fita, kakak sudah meetingnya.. dijemput ke sana ya? Tunggu ya?”
Aaargh ! Sudah telat bung. Anda datang ke sanapun saya sudah jadi terdakwa sidang pelanggaran lalu lintas. Kubalas sms beliau seraya berterimakasih dan memberitahukan kalau aku sudah dalam perjalanan pulang.

Berhati-hatilah kawan, setiap bepergian ke manapun. Bawalah berkas-berkas yang dibutuhkan. SIM dan STNK pastinya jangan lupa pakai helm demi keselamatan. Jangan meniru saya yang suka mengentengkan. 
Keesokannya ibu menelpon menanyakan bagaimana liburan di kantor polisi yang saya lalui hari minggu kemarin. Seraya bilang “kamu kira di bondowoso, ke mana-mana gak bawa surat-surat dan helm. Dicegat polisi tinggal telepon yudha. Yogya beda sama di rumah nduk… “

hehehehe… ini ceritaku, mana ceritamu?
















Monday 21 January 2013

Pengalaman Doni

Ada seorang adik angkatan di kampus yang cukup dekat denganku. Namanya Doni Febriando, asli orang Solo. Penampilannya sederhana dan apa adanya. Meski terkadang dia juga bisa tampil eksentrik. Percaya diri tingkat tinggi, terbukti dengan bagaimana dia menyebutkan dirinya sebagai lelaki yang serba bisa, cowok ganteng dan sebagainya. Tapi itu bagus, daripada minder. Kedekatan saya dan Doni tidak hanya sebatas dalam obrolan tentang perkuliahan. Tapi juga obrolan tentang cinta. Yah, bisa jadi dia adalah patner curhat masalah gebetan. Tapi lebih sering Doninya siiiih yang curhat sama aku, secara dia dekat dengan banyak cewek.
Selain itu, Doni memiliki keistimewaan dalam hal metafisik. Sebagai keturunan dari seorang penguasan tanah Jawa, hal ini bukanlah sebuah keanehan. Jadi jika tiba-tiba Doni bercerita tentang hal-hal yang berkaitan dengan metafisik, ya harap engkau maklumi. Memang baginya itu biasa, tapi bagi seorang penakut seperti saya. Hal tersebut merupakan gangguan tidur yang hebat.
Seperti semalam, ketika saya terbangun tengah malam dan susah untuk tidur lagi. Iseng saya buka FB, eeeeh ada status Doni nongol di beranda. Dalam statusnya dia menceritakan tentang pengalaman uniknya di Kampus pada malam itu juga. Begini statusnya :


Entah kenapa jadi ingat suatu mitos "jare wong-wong tuwa" tentang UGM.Kalau bukan manusia        sakti, harusnya itu tadi jin muslim yang mungkin adalah abdi dalem ghaib kraton. Baru pertama kali bertemu,tidak kenal blas, tiba-tiba ngajak ngobrol dan awalan obrolan bapak-bapak itu agak aneh.
"Masnya dari Solo ya?"
Agak kaget, tapi bisa lekas menjawab, "Iya Pak, kok tahu?"
Tanpa dijawab, lalu beliau menebak pula nasabku, dan betul. Memang nama mbah buyutnya mbah buyutnya mbah buyutku lumayan mahsyur namanya sebagai Raja Jawa yang hebat, tapi kok ya kepikiran sampai situ. Tambah kaget dan cuma ketawa kecil campur takut. Kondisi UGM sudah malam, hujan, dan sepi. Cuma ada aku dan beliau di ruangan itu.
Kami pun ngobrol sebentar dalam dialek Jawa. Tidak ada yang aneh. Malah seperti menanyakan kabarku. Yang paling bikin deg-deg ser adalah, saat aku bertanya, "Lha Bapak ini rumahnya mana? Asli Jogja ya?" Beliau menjawab agak kurang jelas, "Kalau ke Timur, jaraknya sama seperti Jogja ke Klaten. Tapi, rumahku ditarik ke arah selatan."
"Mana sih Pak?" tanyaku lagi campur takut. Beliau terdiam seakan sedang mendengar suara batinku, lalu menjawab singkat, "Ya. Parangtritis."
Sungguh hari yang bisa bikin tidak waras. Jadi ingat pengalaman sewaktu SMA... :|



Waaaaah kebayang gak sih siapa yang sedang ngajak ngobrol Doni??? Jika saya menebak sih beliau adalah seorang yang lembut yang berasal dari sebuah tempat yang tidak bisa didatangi dengan cara yang biasa, alias tempat ghaib. Yang saya herankan adalah, kok bisa ya ada makhluk begituan di area Kampus UGM????

Bisa jadi karena Kampus ini adalah kampus tertua di Indonesia sehingga penghuninya juga para makhluk-makhluk tua di antara kaum muda yang kuliah di sana. Atau bisa jadi karena Kampus UGM berdiri di atas tanah Kraton Ngayogyokarto Hadiningrat, adapun Kraton punya hubungan yang dekat dengan Penguasan Pantai Selatan. Jadi bisa diperkirakan UGM juga punya hubungan dekat dengan Pantai Selatan. 
Yaaa apapun itu, memang kita patut mengakui jika ada dunia lain di samping dunia manusia. Mempercayai hal-hal Ghoib memang kewajiban kita sebagai Manusia Beriman. Tapi menuhankan makhluk ghoib selain Allah swt, adalah sebuah dosa yang tak terampuni.